·
Media Periklanan
Dalam
persaingan, ada juga sebuah permasalahan yang melanda, seperti yang sedang
terjadi saat ini yaitu dengan begitu maraknya dalam berbagai media terjadi
banyak kasus, contoh kecil dalam media periklanan. Banyaknya iklan local yang
di siarkan melalui media, baik itu dalam media elektronik, cetak dan online
sedang bermasalah. Dan yang lebih parah dalam hal ini adalah periklanan yang
dilakukan dalam media elektronik seperti iklan.
Beberapa
Iklan Lokal Bermasalah
1.Iklan
Cetak LG Versi Flu Burung
Untuk
kasus iklan tersebut, Badan Pengawas PeriklananIndonesia akan mengecek kembali
nama agency LG, yang mana Semut ApiColony (biro iklan sebelumnya menginformasikan
secara lisan bahwakontrak kerja dengan LG telah habis pada bulan Juni 2006.
Badan PengawasPeriklanan tetap meminta pernyataan secara tertulis mengenaitanggung-jawab
biro iklan tersebut terhadap iklan di atas. Sekretariat akan mencari tahu biro
iklan baru dari AC LG karena materi barunya diduga melanggar EPI.
2.
Iklan Mizone Vs Vitazone.
Badan
Pengawas Periklanan akan menjawab surat keberatan dari pihak Mizone (Perwanal
Saatchi & Saatchi) atas pernyataan 'Vitazone Tidak Mengandung Bahan
Pengawet'. Selain daripada itu Badan Pengawas Periklanan akan menanyakan status
surat BPP yang ditujukan kepada pihak Vitazone (JC&K Advertising), atas
pernyataan 'Vitazone Tidak Mengandung Bahan Pengawet'.
3.
Iklan TV Buavita
Badan
Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan TV Buavita mempunyai potensi
melanggar EPI dengan menampilkan klaim '100% Apple Juice' (dan versi-versi
lainnya yang sejenis/senada). Dalam hal ini Badan Pengawas Periklanan akan
mengirimkan surat kepada biro iklan yang membuat iklan tersebut.
4.
Iklan TV Dji Sam Soe versi Tembakau
Badan
Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan TV Dji Sam Soe mempunyai potensi
melanggar EPI karena menampilkan kandungan/isi dari bahan pembuat rokok Dji Sam
Soe. Dalam hal ini Badan Pengawas Periklanan akan mengirimkan surat kepada biro
iklan yang membuat iklan tersebut (M&C Saatchi).
5.
Iklan Cetak Anlene
Badan
Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan cetak Anlene mempunyai potensi
melanggar UU Pangan dengan mengiklankan kata'HALAL'. Dalam hal ini Badan Pengawas
Periklanan akan mengirimkan surat kepada biro iklan yang membuat iklan tersebut
(kalau tidak salah FCB).
6.
Iklan TV PRIMAGAMA Versi "Tidur"
Badan
Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan TV PRIMAGAMA Versi Tidur
mempunyai potensi melanggar EPI karena pada tampilan iklan tersebut memberikan
pernyataan Superlatif 'TERDEPAN'. Dalam hal ini Badan Pengawas Periklanan akan
mengirimkan surat kepada biro iklan yang membuat iklan tersebut.
Tindak
lanjut :
KPI
(Komisi Penyiaran Indonesia) menghentikan tayangan iklan xl tema kawin dengan
binatang, menurut kpi karena melecehkan manusia, menurut saya ada juga iklan
yang hampir mirip dengan itu:
1.
iklan permen hexos edisi pengantar pizza yang digonggong anjing (padahal suara
manusia yang digambarkan sedang ada masalah dengan tenggorokan)==> iklan ini
mengANJINGkan orang dengan suara gonggongan itu
2.
iklan permen frozz edisi antri di counter, teller (menjulurkan lidah reptil)
menangkap permen yang melayang.==> iklan ini meREPTILkan orang dengan
juluran lidah itu.
di luar itu ada iklan bermasalah juga: iklan permen hexos edisi makan bareng calon mertua, di situ si gadis terlihat kurang sopan dan jorok, masak memukul si pria dengan sendok (yang baru dipakai makan) mengarah ke kepala lagi., klo memang si gadis ingin marah cukup dengan bahasa tubuh yang lebih enak dilihat seperti melihat tegas (melototin) si pria
di luar itu ada iklan bermasalah juga: iklan permen hexos edisi makan bareng calon mertua, di situ si gadis terlihat kurang sopan dan jorok, masak memukul si pria dengan sendok (yang baru dipakai makan) mengarah ke kepala lagi., klo memang si gadis ingin marah cukup dengan bahasa tubuh yang lebih enak dilihat seperti melihat tegas (melototin) si pria
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
berjanji terus memonitor iklan yang akan maupun sudah beredar di masyarakat.
Itu dilakukan untuk menekan jumlah pelanggaran etika periklanan yang cenderung
masih tinggi.
Ketua Umum PPPI Harris Thajeb
mengatakan, bisnis pariwara atau iklan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
yang cukup tinggi di Indonesia. Terlebih dengan semakin ketatnya persaingan
bisnis, maka iklan menjadi sarana komunikasi utama untuk merebut pasar.
Kreativitas dan inovasi pun menjadi keharusan agar iklan dapat menarik
konsumen. “Sayang, tidak semua iklan efektif dan etis, bahkan sebagian justru
melanggar EPI (Etika Pariwara Indonesia, Red) .” kata dia.
Berdasar data Badan Pengawas
Periklanan (BPP) PPPI periode 2005-2008, ditemukan 346 iklan bermasalah.
Sekitar 277 iklan di antaranya dinyatakan melanggar etika pariwara. Kebanyakan
pelanggaran tersebut terkait dengan penggunaan istilah atau kata yang bersifat
superlatif tanpa bukti pendukung yang objektif. “Hingga Oktober 2009, ditemukan
150 kasus iklan bermasalah, dan 100 di antaranya dinyatakan melanggar kode
etik,” tegasnya.
Meski demikian, dia menyatakan
telah terjadi peningkatan kepedulian biro iklan terhadap etika pariwara.
Contohnya, pada periode Januari – Juni 2009 ditemukan 68 pelanggaran iklan.
Sebanyak 25 kasus ditanggapi positif, oleh biro iklan, 34 kasus lainnya tidak
ditanggapi, dan 9 kasus tidak diketahui alamat biro iklannya. “Tapi, BPP PPPI
bukanlah lembaga sensor. Kewenangan tersebut sudah dilakukan oleh Badan Sensor
Indonesia,” tukasnya.
Dia menambahkan, selama ini
sistem pengawasan iklan dilakukan oleh BPP yang bernaung di bawah payung
lembaga PPPI. BPP bertugas menyosialisasikan kode etik periklanan dan pembinaan
kepada para anggotanya dalam menghasilkan karya-karya pariwara agar sejalan
dengan EPI.
Untuk itu, PPPI melakukan nota
kesepahaman dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mendorong efektivitas
EPI terhadap beragam pariwara yang muncul di media massa, khususnya televisi.
Penandatanganan dilakukan Ketua KPI Prof Sasa Djuarsa Sendjaja Ph.D dan Ketua
Umum PPPI Harris Thajeb. “Setelah nota kesepahaman ini, BPP PPPI bersama KPI
akan lebih efektif mengatasi berbagai pelanggaran etika yang akan terjadi ke
depan,”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar