ü
Mengapa Komunikasi di katakan sebagai ilmu . . . .? ? ?
1.
Filsafat
Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pemikiran secara filsafati
memungkinkan orang menganalisis segala sesuatunya dalam tiga wilayah yaitu
“ada”, “pengetahuan”, dan “nilai”.
- Ontologi. Berada dalam wilayah ada. Berasal dari bahasa Yunani onto
(ada) dan logos (teori) sehingga ontology dapat diartikan sebagai ilmu
tentang ada. Dalam wilayah ini pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan
adalah: apakah obyek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakan hakikat dari obyek
itu? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, mengindra) yang membuahkan pengetahuan dan
ilmu?.
- Epistemologi. Berada dalam wilayah pengetahuan. Berasal dari kata
Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (teori) yang berarti teori tentang
pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain:
bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu?
Bagaimanakah prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapat pengetahuan yang benar? (Filsafat Metodologi), apa yang
dimaksudkan dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? (logika).
Filsafat adalah berfikirsecara mendasar hingga menemukan hakikatnya.
- Aksiologis. Berada dalam
wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos
(teori) yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini
menyangkut antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan
professional? (filsafat etika).
Dari sini kita bisa melihat bahwa filsafat ilmu
diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan dari
segi cara-cara perolehan dan pemanfaatannya.
2.
Filsafat
Ilmu Komunikasi
- Ontologi Komunikasi dan Ilmu
Komunikasi
Berdasarkan sejarahnya, semenjak
ada kehidupan di muka bumi komunikasi antar organisme yang hidup dilakukan
untuk mengungkapkan kebutuhan organis melalui sinyal-sinyal kimiawi. Seiring
dengan kehidupan berevolusi, maka komunikasi juga. Sinyal-sinyal kimiawi
primitif membuka perluang terjadinya perilaku yang lebih rumit, contohnya
seperti tarian kawin pada ikan. Selain untuk seks, binatang berkomunikasi demi
menunjukkan keunggulan. Sekitar 250 juta tahun yang lalu terjadi tahap penting
dalam evolusi, yaitu adanya “otak reptil”. Otak ini bereaksi terhadap dunia
luar hanya dengan memicu reaksi-reaksi fisiologis yang kita kenal sebagai
“emosi”. Pada mamalia awal dan kemudian manusia otak lalu berkembang secara
cemerlang, dimana otak reptil pemicu emosi ini dilapisi dengan segundukan sel
otak tingkat “tinggi”. Otak reptil ini kemudian dinamakan system limbik, yang
menentukan reaksi emosional dasar kita. Sistem ini dapat dipicu oleh panca
indera seperti: penglihatan, bunyi, bau, kata , atau ingatan. Pada manusia,
emosi ini kemudian diungkapkan dalam bentuk bahasa untuk berkomunikasi. S.
Langer berpendapat bahwa bahasa bermula sebagai tindakan emosional. ungkapan
yang meluap-luap, yang menggugah hati para pendengarnya.
Sehingga komunikasi dapat dikatakan sebagai jalinan yang menghubungkan manusia.
Ilmu komunikasi adalah usaha
penyampaian pesan antar manusia. Hal ini disesuaikan oleh dua hal dimana 1)
sesuai dengan obyek materianya yang berada dalam rumpun ilmu sosial maka ilmu
komunikasi harus terjadi antar manusia 2) Ilmu komunikasi menggunakan paradigm
dimana pesan disampaikan dengan sengaja, dilatarbelakangi oleh motif komunikasi
dan usaha untuk mewujudkannya.
Obyek material ilmu komunikasi
adalah manusia dan tindakannya dalam konteks sosial,
sementara obyek formanya adalah komunikasi itu sendiri sebagai usaha
penyampaian pesan antar manusia.
- Epistemologi Ilmu Komunikasi
Ilmu komunikasi sebagai ilmu
sosial yang berada dalam rumpun empiris (paham yang menekankan pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan) dapat dikembangkan berdasarkan paradigma
positivist (menyatakan bahwa ilmu dibangun berdasarkan fakta empirik sensual:
teramati, terukur, teruji, terulang, dan teramalkan à karenanya sangat kuantitatif)
dan anti-positivist (ilmu menggunakan pendekatan kualitatif dan mencoba
menyatukan obyek-subyek). Ilmu komunikasi berlatar positivist cenderung
objektif, kebenaran ada pada objeknya. Sedangkan ilmu komunikasi berlatar antipositivist
bersifat intersubjektif. Postivisme dan antipositivisme menurunkan jenis
penelitian yang berbeda – penelitian komunikasi kuantitatif berlatar positivist
yang obyektif, sedangkan penelitian komunikasi kualitatif lebih berlatar
antipositivist yang intersubyektif dimana kebenaran merupakan kesepakatan antar
subyek menyangkut interpretasi atas obyek. Empat strategi pengumpulan dan
pengolahan data penelitian yang utama:
·
Eksperimen: lazim digunakan pada penelitian
kuantitatif dimana diciptakan situasi laboratories untuk mengontrol variabel
secara ketat dalam melihat pengaruh antar-variabel yang diteliti.
· Survey: dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau
wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir,
rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan untuk
penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, survey
lebih merupa pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa
wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.
· Analisis teks: penelitian dimana obyek yang dikaji
adalah teks dalam pengertian luas. Analisis teks lazim dilakukan untuk
penelitian kuantitatif dan kualitatif.
· Partisipasi-observasi: lazim dilakukan pada
penelitan kualitatif. Dalam strategi penelitian ini, subyek peneliti menyatukan
diri dengan subyek penelitain berikut obyek penelitiannya dalam kurun tertentu.
- Aksiologi dalam ilmu
komunikasi
Aksiologis mempertanyakan nilai:
bagaimana dan untuk tujuan apa ilmu komunikasi itu digunakan. Penilaian ini
menjadi terkait oleh nilai etis atau moral. Hanya tindakan manusia yang sengaja
yang dapat dikenakan penilaian etis. Akar tindakan manusia adalah falsafah
hidup: kesatuan nilai-nilai yang menurut manusia yang memilikinya memiliki
derajat teragung yang jika terwujud ia yakin akan bahagia. Dalam aksiologi ilmu
komunikasi pertanyaan utama adalah untuk tujuan apa praktisi komunikasi
menggunakan ilmunya tergantung pada pokok jawaban atas pertanyaan pokok
falsafah hidup individu manusianya: apakah ilmunya akan digunakan untuk
kebaikan dan kemaslahatan umat, atau sebaliknya? Demikian pula halnya dengan
ilmuwan komunikasi, falsafah hidupnya akan menentukan dalam:
(a)
Memilih obyek penelitian
(b)
Cara melakukan penelitian
(c)
Menggunakan produk hasil penelitiannya.
Hakikat filsafat komunikasi
Filsafat komunikasi adalah “suatu
disiplin yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis,
analitis kritis, dan holistis teori dari proses komunikasi yang meliputi segala
dimensi”,
Pembahasa dimulai dari :
Aksiologi; asas mengenai cara
bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologis diperoleh dan
disusun. Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai
seperti etika, estetika, atau agama.
Dalam hubungannya dengan filsafat
komunikasi, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai
manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya.
Jelaslah, pentingnya seorang
komunikator untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai (value judgement),
apakah pesan yang akan dikomunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
Logika; berkaitan dengan telaah
terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar. Logika sangat penting
dalam komunikasi, karena pemikiran harus dikomunikasikan, sebagai hasil dari
proses berpikir logis.
Penjelasan mengenai nilai inti
yang tercakup oleh filsafat komunikasi adalah, sebagai berikut :
LOGIKA Pikiran Kebenaran
Benar/Salah IPTEK
FILSAFAT ETIKA Kehendak Kecocokan
Baik/Buruk Keserasian
ESTETIKA Perasaan Keindahan
Indah/Jelek Kesenian
1) Logika;
Logika adalah kaidah-kaidah
berfikir benar, sesuatu yg sudah mengalami proses kerja akal/perhukuman. Logika
melahirkan argumentasi dan proposisi.
Logika berkaitan dengan penelaahan terhadap asas-asas dan metode penalaran
secara benar (deals with the study of the principles and methods of correct
reasoning). Bahwa logika teramat penting dalam proses komunikasi, jelas karena
suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang
dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir
logis (yang berarti mengadakan seleksi diantara fakta dan opini, untuk kemudian
menyusunnya menjadi suatu kesatuan yang utuh, tidak bertentangan dengan satu
sama lain). M. Sommer dalam bukunya “Logika” mengatakan bahwa kalau seseorang
hendak bicara atau menulis dengan tepat, ia harus memperhatikan hukum-hukum
gramatika. Dan jika hendak berpikir tepat, harus memperhatikan hukum-hukum
logika. Logika oleh Summer didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang
karya-karya akal budi untuk melakukan pembimbingan menuju kebenaran”.
2) Etika
Etika berasal dari bahasa yunani
konu yaitu “ethikos”berarti timbul dari kebiasaan, yang mempelajari
tentang nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standart dan penilaian
moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti, benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika adalah ilmu tentang
kebiasaan yang dilakukan atau ilmu tentang adat dan kebiasaan. Bila kita
berbicara tentang etika tentu kita akan berfikir tentang kebiasaan. Kebiasaan
itu tidak lepas dari kebiasaan yang baik dan yang buruk. Dengan demikian
kebiasaan harus diikuti dengan norma-norma yang berlaku. Manusia pada umumnya
dalam setiap perbuatanya harus memiliki etika yang baik, agar tidak
bertentangan dengan norma-norma yang ada pada lingkungannya. Begitupun dengan
berkomunikasi, manusia harus memiliki etika yang baik dalam komunikasi, karena
kalau tidak hal tersebut akan menjadi bomerang untuk dirinya sendiri. Karena melalui perkataan saja itu akan
menjadi masalah jika etika berkomunikasinya tidak digunakan dengan baik. Contoh
kasus yang beberapa bulan kemarin menajdi topik hangat dibicarakan di media
cetak, elektronik , dan oleh semua lapisan masyarakat adalah, artis cantik Luna
Maya yang berkomunikasi melalui jejaring pertemanan yaitu twitter, dianggap
tidak beretika karena ia telah melecehkan infotainment, bahwa infotaiment lebih
hina daripada pelacur. Akibatnya
pernyataan yang menurut sebagian orang tidak beretika itu menjadi masalah
besar. Maka dari itu sebagai manusia yang senantiasa berfikir kita harus
hati-hati dalam berbuat sesuatu. Karena otak manusia yang menjakubkan, yang
terbentuk sel demi sel dan refleks demi refleks, diperkuat oleh kdeua kekuatan
yang tak kurangg menjakubkannya yakni kemampuan berbicara dan tangan manusia
yang perkasa. Secara umum manusia harus bisa meletakan etika dalam setiap
perbuatannya. Karena perbuatan manusia adalah, yang dilakukan manusia secara
kebetulan, tetapi ia tidak menguasainya karena tidak mengontrolnya dengan
sadar, tidak menghendakinya dengan sengaja. Jadi pada intinya apapun itu yang
kita lakukan harus didasarkan dengan etika yang baik.
3) Estetika
Adalah ilmu yang membahas tentang
keindahan bagaimana ia bisa terbentuk
dan bagaimana seseorang bisa merasakannya,berasal dari bahasa yunani yaitu
“aisthetike”.
Kesimpulan
Kelayakan komunikasi sebagai ilmu
Dalam
menentukan apakah Komunikasi layak menjadi ilmu maka bab sebelumnya telah
membahas syarat-syarat ilmu dalam kaitannya dengan komunikasi. Syarat ilmu
antara lain menyatakan bahwa ia harus memiliki objek kajian, dimana objek
kajian tersebut harus terdiri satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya.
Secara ontologis obyek material ilmu komunikasi hanya mengkaji penyampaian
pesan antar manusia. Penyampaian pesan kepada yang bukan manusia berada di luar
obyek kajiannya. Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang
disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi, tanpa motif maka sesuatu tidak
dinilai sebagai pesan, karenanya tidak berada dalam kajian ilmu komunikasi.
Syarat ilmu yang kedua menyatakan bahwa ilmu harus bersistem, dimana obyeknya
itu tersusun dalam satu rangkaian sebab akibat yang tersusun secara sistematis.
Dalam komunikasi sistem ini digambarkan sebagai; 1) mengapa manusia
menyampaikan pesan à
karena terdorong oleh motif komunikasi. 2) Dari mana datangnya motif komunikasi
à
karena adanya konsepsi kebahagiaan yang lahir dari naluri manusia sebagai
paduan arah bertindak. 3) Dari mana konsepsi kebahagiaan à diturunkan dari
falsafah hidupnya. 4) Dari mana
datangnya falsafah hidup? Diturunkan dari peralatan rohaniahnya yang
bekerja secara simultan yaitu: hati nurani, akal, budi, dan seperangkat naluri.
5) Dari mana datangnya peralatan rohaniah yang bekerja secara simultan à Dari manusia. 6)
Darimana datangnya manusia à
berhenti, bukan kajian ilmu komunikasi sebagai pencarian sebab mengapa manusia
menyampaikan pesan. Syarat yang ketiga ilmu adalah adalah metodis, dimana harus
tersedia cara tertentu untuk membangun suatu ilmu, dan metode ini berdasarkan
metode ilmiah. Sesuai dengan latar filsafat ilmunya, ilmu komunikasi mengenal
dua macam metode penelitian, yaitu kuantitatif-positivist dan kualitatif
anti-positivist. Kedua metode penelitian dengan dasar filsafat masing-masing
menurunkan cara membangun ilmu yang berbeda dengan tujuan yang juga berbeda.
Ilmu komunikasi dengan latar postivisme mencari generalisasi dan obyektifitas
universal, dimana hasilnya bebas nilai. Sebaliknya ilmu komunikasi berlatar
antipositivisme mencari intersubyektifitas guna membangun ilmu secara
ideografik, dan hasil penelitiannya justru terkait nilai. Syarat ilmu yang
keempat adalah universalitas, hal ini berlaku untuk ilmu komunikasi bagi
kuantitatif-positivis namun tidak berlaku bagi kualitatif-antipositivis karena
mereka tidak berprentensi untuk membangun generalisasi universal. Kuantitatif
positivis yang berlatar ilmu alam, system sebab-akibat cenderung mekanistis: setiap
sebab menimbulkan akibat yang pasti, terduga, dan teramalkan, sebaliknya
kualitatif-antipositivis, system sebab-akibat cenderung humanistis: setiap
sebab belum tentu menimbulkan akibat yang sama dan tak terduga, karena sangat
tergantung pada factor situasional dan kondisional yang ada. Misalnya, sebab X
membuat seseorang tertawa, disaat lain saat, sebab yang sama pada orang yang
sama justru membuatnya menangis.
Menggunakan
pemaparan persyaratan ilmu, maka disimpulkan bahwa komunikasi merupakan ilmu karena
memenuhi syarat-syarat ilmu pada umumnya, namun secara khusus tidak persis
sama. Pengandaian ini membuat komunikasi meredefinisikan empat persyaratan ilmu
dengan mencabangkan syarat yang keempat, dimana universalitas tidak diharuskan.
Namun hal ini diperlukan agar ilmu komunikasi bisa berkembang dan menjadi
otonom, karena persyaratan mekanistis tidak bisa diterapkan pada manusia
seutuhnya. Hal ini dikarenakan otak manusia yang terus berkembang. Perkembangan
ini mengakibatkan perubahan perilaku manusia dalam upayanya beradaptasi dengan
lingkungan sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar