Senin, 30 April 2012

Mengapa Komunikasi di katakan sebagai ilmu


ü  Mengapa Komunikasi di katakan sebagai ilmu  . . . .? ? ?


1.    Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pemikiran secara filsafati memungkinkan orang menganalisis segala sesuatunya dalam tiga wilayah yaitu “ada”, “pengetahuan”, dan “nilai”.
  1. Ontologi. Berada dalam wilayah ada. Berasal dari bahasa Yunani onto (ada) dan logos (teori) sehingga ontology dapat diartikan sebagai ilmu tentang ada. Dalam wilayah ini pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan adalah: apakah obyek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakan hakikat dari obyek itu? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, mengindra) yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?.
  2. Epistemologi. Berada dalam wilayah pengetahuan. Berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (teori) yang berarti teori tentang pengetahuan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar? (Filsafat Metodologi), apa yang dimaksudkan dengan kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? (logika). Filsafat adalah berfikirsecara mendasar hingga menemukan hakikatnya.
  3. Aksiologis. Berada dalam  wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori) yang berarti teori tentang nilai. Pertanyaan di wilayah ini menyangkut antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika). 
Dari sini kita bisa melihat bahwa filsafat ilmu diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan dari segi cara-cara perolehan dan pemanfaatannya.

2.    Filsafat Ilmu Komunikasi

  1. Ontologi Komunikasi dan Ilmu Komunikasi
Berdasarkan sejarahnya, semenjak ada kehidupan di muka bumi komunikasi antar organisme yang hidup dilakukan untuk mengungkapkan kebutuhan organis melalui sinyal-sinyal kimiawi. Seiring dengan kehidupan berevolusi, maka komunikasi juga. Sinyal-sinyal kimiawi primitif membuka perluang terjadinya perilaku yang lebih rumit, contohnya seperti tarian kawin pada ikan. Selain untuk seks, binatang berkomunikasi demi menunjukkan keunggulan. Sekitar 250 juta tahun yang lalu terjadi tahap penting dalam evolusi, yaitu adanya “otak reptil”. Otak ini bereaksi terhadap dunia luar hanya dengan memicu reaksi-reaksi fisiologis yang kita kenal sebagai “emosi”. Pada mamalia awal dan kemudian manusia otak lalu berkembang secara cemerlang, dimana otak reptil pemicu emosi ini dilapisi dengan segundukan sel otak tingkat “tinggi”. Otak reptil ini kemudian dinamakan system limbik, yang menentukan reaksi emosional dasar kita. Sistem ini dapat dipicu oleh panca indera seperti: penglihatan, bunyi, bau, kata , atau ingatan. Pada manusia, emosi ini kemudian diungkapkan dalam bentuk bahasa untuk berkomunikasi. S. Langer berpendapat bahwa bahasa bermula sebagai tindakan emosional. ungkapan yang meluap-luap, yang menggugah hati para pendengarnya. Sehingga komunikasi dapat dikatakan sebagai jalinan yang menghubungkan manusia.
Ilmu komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Hal ini disesuaikan oleh dua hal dimana 1) sesuai dengan obyek materianya yang berada dalam rumpun ilmu sosial maka ilmu komunikasi harus terjadi antar manusia 2) Ilmu komunikasi menggunakan paradigm dimana pesan disampaikan dengan sengaja, dilatarbelakangi oleh motif komunikasi dan usaha untuk mewujudkannya.
Obyek material ilmu komunikasi adalah manusia dan tindakannya dalam konteks sosial, sementara obyek formanya adalah komunikasi itu sendiri sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia.

  1. Epistemologi Ilmu Komunikasi
Ilmu komunikasi sebagai ilmu sosial yang berada dalam rumpun empiris (paham yang menekankan pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan) dapat dikembangkan berdasarkan paradigma positivist (menyatakan bahwa ilmu dibangun berdasarkan fakta empirik sensual: teramati, terukur, teruji, terulang, dan teramalkan à karenanya sangat kuantitatif) dan anti-positivist (ilmu menggunakan pendekatan kualitatif dan mencoba menyatukan obyek-subyek). Ilmu komunikasi berlatar positivist cenderung objektif, kebenaran ada pada objeknya. Sedangkan ilmu komunikasi berlatar antipositivist bersifat intersubjektif. Postivisme dan antipositivisme menurunkan jenis penelitian yang berbeda – penelitian komunikasi kuantitatif berlatar positivist yang obyektif, sedangkan penelitian komunikasi kualitatif lebih berlatar antipositivist yang intersubyektif dimana kebenaran merupakan kesepakatan antar subyek menyangkut interpretasi atas obyek. Empat strategi pengumpulan dan pengolahan data penelitian yang utama:
·         Eksperimen: lazim digunakan pada penelitian kuantitatif dimana diciptakan situasi laboratories untuk mengontrol variabel secara ketat dalam melihat pengaruh antar-variabel yang diteliti.
·     Survey: dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, survey lebih merupa pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.
·      Analisis teks: penelitian dimana obyek yang dikaji adalah teks dalam pengertian luas. Analisis teks lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif.
·  Partisipasi-observasi: lazim dilakukan pada penelitan kualitatif. Dalam strategi penelitian ini, subyek peneliti menyatukan diri dengan subyek penelitain berikut obyek penelitiannya dalam kurun tertentu.

  1. Aksiologi dalam ilmu komunikasi
Aksiologis mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa ilmu komunikasi itu digunakan. Penilaian ini menjadi terkait oleh nilai etis atau moral. Hanya tindakan manusia yang sengaja yang dapat dikenakan penilaian etis. Akar tindakan manusia adalah falsafah hidup: kesatuan nilai-nilai yang menurut manusia yang memilikinya memiliki derajat teragung yang jika terwujud ia yakin akan bahagia. Dalam aksiologi ilmu komunikasi pertanyaan utama adalah untuk tujuan apa praktisi komunikasi menggunakan ilmunya tergantung pada pokok jawaban atas pertanyaan pokok falsafah hidup individu manusianya: apakah ilmunya akan digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, atau sebaliknya? Demikian pula halnya dengan ilmuwan komunikasi, falsafah hidupnya akan menentukan dalam:

(a)          Memilih obyek penelitian
(b)          Cara melakukan penelitian
(c)          Menggunakan produk hasil penelitiannya.

Hakikat filsafat komunikasi

Filsafat komunikasi adalah “suatu disiplin yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis kritis, dan holistis teori dari proses komunikasi yang meliputi segala dimensi”,

Pembahasa dimulai dari :

Aksiologi; asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologis diperoleh dan disusun. Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti etika, estetika, atau agama.
Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya.
Jelaslah, pentingnya seorang komunikator untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai (value judgement), apakah pesan yang akan dikomunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
Logika; berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar. Logika sangat penting dalam komunikasi, karena pemikiran harus dikomunikasikan, sebagai hasil dari proses berpikir logis.
Penjelasan mengenai nilai inti yang tercakup oleh filsafat komunikasi adalah, sebagai berikut :
LOGIKA Pikiran Kebenaran Benar/Salah IPTEK
FILSAFAT ETIKA Kehendak Kecocokan Baik/Buruk Keserasian
ESTETIKA Perasaan Keindahan Indah/Jelek Kesenian

1)    Logika;
Logika adalah kaidah-kaidah berfikir benar, sesuatu yg sudah mengalami proses kerja akal/perhukuman. Logika melahirkan argumentasi  dan proposisi. Logika berkaitan dengan penelaahan terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar (deals with the study of the principles and methods of correct reasoning). Bahwa logika teramat penting dalam proses komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir logis (yang berarti mengadakan seleksi diantara fakta dan opini, untuk kemudian menyusunnya menjadi suatu kesatuan yang utuh, tidak bertentangan dengan satu sama lain). M. Sommer dalam bukunya “Logika” mengatakan bahwa kalau seseorang hendak bicara atau menulis dengan tepat, ia harus memperhatikan hukum-hukum gramatika. Dan jika hendak berpikir tepat, harus memperhatikan hukum-hukum logika. Logika oleh Summer didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi untuk melakukan pembimbingan menuju kebenaran”.
2)    Etika
Etika berasal dari bahasa yunani konu  yaitu “ethikos”berarti  timbul dari kebiasaan, yang mempelajari tentang nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standart dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep  seperti, benar, salah,  baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika adalah ilmu tentang kebiasaan yang dilakukan atau ilmu tentang adat dan kebiasaan. Bila kita berbicara tentang etika tentu kita akan berfikir tentang kebiasaan. Kebiasaan itu tidak lepas dari kebiasaan yang baik dan yang buruk. Dengan demikian kebiasaan harus diikuti dengan norma-norma yang berlaku. Manusia pada umumnya dalam setiap perbuatanya harus memiliki etika yang baik, agar tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada pada lingkungannya. Begitupun dengan berkomunikasi, manusia harus memiliki etika yang baik dalam komunikasi, karena kalau tidak hal tersebut akan menjadi bomerang untuk dirinya sendiri.  Karena melalui perkataan saja itu akan menjadi masalah jika etika berkomunikasinya tidak digunakan dengan baik. Contoh kasus yang beberapa bulan kemarin menajdi topik hangat dibicarakan di media cetak, elektronik , dan oleh semua lapisan masyarakat adalah, artis cantik Luna Maya yang berkomunikasi melalui jejaring pertemanan yaitu twitter, dianggap tidak beretika karena ia telah melecehkan infotainment, bahwa infotaiment lebih hina daripada pelacur.  Akibatnya pernyataan yang menurut sebagian orang tidak beretika itu menjadi masalah besar. Maka dari itu sebagai manusia yang senantiasa berfikir kita harus hati-hati dalam berbuat sesuatu. Karena otak manusia yang menjakubkan, yang terbentuk sel demi sel dan refleks demi refleks, diperkuat oleh kdeua kekuatan yang tak kurangg menjakubkannya yakni kemampuan berbicara dan tangan manusia yang perkasa. Secara umum manusia harus bisa meletakan etika dalam setiap perbuatannya. Karena perbuatan manusia adalah, yang dilakukan manusia secara kebetulan, tetapi ia tidak menguasainya karena tidak mengontrolnya dengan sadar, tidak menghendakinya dengan sengaja. Jadi pada intinya apapun itu yang kita lakukan harus didasarkan dengan etika yang baik.

3)    Estetika
Adalah ilmu yang membahas tentang keindahan  bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakannya,berasal dari bahasa yunani yaitu “aisthetike”.

Kesimpulan

           Kelayakan komunikasi sebagai ilmu

Dalam menentukan apakah Komunikasi layak menjadi ilmu maka bab sebelumnya telah membahas syarat-syarat ilmu dalam kaitannya dengan komunikasi. Syarat ilmu antara lain menyatakan bahwa ia harus memiliki objek kajian, dimana objek kajian tersebut harus terdiri satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Secara ontologis obyek material ilmu komunikasi hanya mengkaji penyampaian pesan antar manusia. Penyampaian pesan kepada yang bukan manusia berada di luar obyek kajiannya. Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi, tanpa motif maka sesuatu tidak dinilai sebagai pesan, karenanya tidak berada dalam kajian ilmu komunikasi. Syarat ilmu yang kedua menyatakan bahwa ilmu harus bersistem, dimana obyeknya itu tersusun dalam satu rangkaian sebab akibat yang tersusun secara sistematis. Dalam komunikasi sistem ini digambarkan sebagai; 1) mengapa manusia menyampaikan pesan à karena terdorong oleh motif komunikasi. 2) Dari mana datangnya motif komunikasi à karena adanya konsepsi kebahagiaan yang lahir dari naluri manusia sebagai paduan arah bertindak. 3) Dari mana konsepsi kebahagiaan à diturunkan dari falsafah hidupnya. 4) Dari mana  datangnya falsafah hidup? Diturunkan dari peralatan rohaniahnya yang bekerja secara simultan yaitu: hati nurani, akal, budi, dan seperangkat naluri. 5) Dari mana datangnya peralatan rohaniah yang bekerja secara simultan à Dari manusia. 6) Darimana datangnya manusia à berhenti, bukan kajian ilmu komunikasi sebagai pencarian sebab mengapa manusia menyampaikan pesan. Syarat yang ketiga ilmu adalah adalah metodis, dimana harus tersedia cara tertentu untuk membangun suatu ilmu, dan metode ini berdasarkan metode ilmiah. Sesuai dengan latar filsafat ilmunya, ilmu komunikasi mengenal dua macam metode penelitian, yaitu kuantitatif-positivist dan kualitatif anti-positivist. Kedua metode penelitian dengan dasar filsafat masing-masing menurunkan cara membangun ilmu yang berbeda dengan tujuan yang juga berbeda. Ilmu komunikasi dengan latar postivisme mencari generalisasi dan obyektifitas universal, dimana hasilnya bebas nilai. Sebaliknya ilmu komunikasi berlatar antipositivisme mencari intersubyektifitas guna membangun ilmu secara ideografik, dan hasil penelitiannya justru terkait nilai. Syarat ilmu yang keempat adalah universalitas, hal ini berlaku untuk ilmu komunikasi bagi kuantitatif-positivis namun tidak berlaku bagi kualitatif-antipositivis karena mereka tidak berprentensi untuk membangun generalisasi universal. Kuantitatif positivis yang berlatar ilmu alam, system sebab-akibat cenderung mekanistis: setiap sebab menimbulkan akibat yang pasti, terduga, dan teramalkan, sebaliknya kualitatif-antipositivis, system sebab-akibat cenderung humanistis: setiap sebab belum tentu menimbulkan akibat yang sama dan tak terduga, karena sangat tergantung pada factor situasional dan kondisional yang ada. Misalnya, sebab X membuat seseorang tertawa, disaat lain saat, sebab yang sama pada orang yang sama justru membuatnya menangis.
Menggunakan pemaparan persyaratan ilmu, maka disimpulkan bahwa komunikasi merupakan ilmu karena memenuhi syarat-syarat ilmu pada umumnya, namun secara khusus tidak persis sama. Pengandaian ini membuat komunikasi meredefinisikan empat persyaratan ilmu dengan mencabangkan syarat yang keempat, dimana universalitas tidak diharuskan. Namun hal ini diperlukan agar ilmu komunikasi bisa berkembang dan menjadi otonom, karena persyaratan mekanistis tidak bisa diterapkan pada manusia seutuhnya. Hal ini dikarenakan otak manusia yang terus berkembang. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan perilaku manusia dalam upayanya beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar