Pengumpulan data
merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik
pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas
tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus
dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif. Sebab,
kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat
fatal, yakni berupa data yang tidak credible,
sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian
yang demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar
pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Penggunaan
istilah ‘data’ sebenarnya meminjam istilah yang lazim dipakai dalam metode
penelitian kuantitatif yang biasanya berupa tabel angka. Namun, di dalam metode
penelitian kualitatif yang dimaksudkan dengan data adalah segala informasi baik
lisan maupun tulis, bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi
untuk menjawab masalah penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan
masalah atau fokus penelitian.
Di dalam metode
penelitian kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik
pengumpulan data kualitatif, yaitu;
1. Instrumen
Penelitian.
2. Teknik
Pengumpulan Data
3. wawancara
4. Observasi
5. Dokumen
6. Diskusi
Terfokus (Fokus Group Discussion).
Sebelum
masing-masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan di sini
bahwa hal sangat penting yang harus dipahami oleh setiap peneliti adalah
alasan mengapa masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh
informasi apa, dan pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik
wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua-duanya
dilakukan dan seterusnya. Pilihan teknik sangat tergantung pada jenis informasi
yang diperoleh.
1.
Instrumen
Penelitian
Instrument
penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh periset dalam
kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan itu menjadi sistematis dan mudah.
Berbeda dengan metode pengumpulan data yang masih bersifat abstrak, maka
instrument penelitian ini merupakan sarana yang bisa diwujudkan dalam bentuk
benda.
Contoh :
a. Angket
(kuesioner) adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Tujuan
dari penyebaran angket ini adalah dengan mencari informasi yang lengkap
mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden
memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar
pertanyaan.
b. Checklist
atau daftar cek adalah suatu daftar yang memuat beberapa aspek yang akan
diteliti. Checklist ini berfungsi sebagai alat bantu bagi periset untuk
mencatat tiap-tiap peristiwa yang dianggapnya penting.
Instrumen
penelitian ini biasanya dibuat setelah periset menyusun desain riset. Jadi
periset harus menentukan lebih dulu metodologinya, metode risetnya ataupun
jenis risetnya. Baru setelah itu dapatlah disusun instrument penelitiannya.
Instrumen penelitian ini merupakan alat ukur
untuk mengukur data di lapangan. Alat ukur adalah alat bantu yang menentukan
bagaimana dan apa yang harus dilakukan dalam mengumpulkan data. Karena pada
dasarnya kegiatan pengumpulan data adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran
terhadap data mana yang sesuai dan mana yang tidak. Dengan kata lain, alat ukur
ini sangat penting untuk mencari data dengan cara membatasi kebenaran dan
ketetapan indicator variabel yang sudah ditetapkan dari data di lapangan,
sehingga data yang terkumpul adalah sesuai dengan masalah dan tidak meluas.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode pengumpulan data yang
biasanya dilakukan oleh periset. Metode pengumpulan data ini sangat ditentukan
oleh metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif.
Dalam
riset kualitatif dikenal teknik pengumpulan data : observasi (field observation), focus Group
Discussion, wawancara mendalam (depth
interview) dan studi kasus. Sedangkan dalam riset kuantitatif dikenal
teknik pengumpulan data : kuesioner (angket), wawancara (biasanya berstruktur),
dan dokumentasi. Periset dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode
di atas tergantung masalah yang dihadapi.
3.
Wawancara
Wawancara adalah
percakapan antara periset dengan seseorang yang berharap mendapatkan informasi,
dan informan sebagai seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting
tentang suatu obyek (Berger, 2000: 111).
Wawancara
merupakan metode pengumpulan data yang dugunakan untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Ada dua jenis wawancara dalam penelitian yaitu :
a. Wawancara
dalam riset kualitatif, yang disebut sebagai wawancara mendalam (depth interview) atau wawancara secara
intensif (intensive-interview) dan
kebanyakan tak berstruktur. Tujuannya untuk mendapatkan data kualitatif yang
mendalam.
b. Wawancara
dalam riset kuantitatif, biasanya bersifat terstruktur (dilengkapi dengan data
terstruktur) dan sebagai penambah data yang diperoleh dari kuesioner. Terkadang
alternative jawaban sudah disiapkan oleh periset.
v Jenis-jenis
wawancara
Ada
beberapa jenis wawancara yang biasa ditemukan dalam kegiatan riset :
a.
Wawancara pendahuluan
Pada wawancara jenis
ini, tidak ada sistematika tertentu, tidak terkontrol, informal, terjadi begitu
saja, tidak diorganisasi atau terarah. Wawancara jenis ini biasanya digunakan
untuk mengenalkan periset kepada orang yang akan diriset. Periset perlu
mengorbankan waktu untuk berkenalan atau beramah tamah dengan infroman
(responden) sebelum mewawancarai, apakah pada saat itu juga atau pada saat
lain. Pada dasarnya wawancara ini bertujuan untuk membangun konfidensi periset
pada informannya (respondennya).
Informan adalah
seseorang atau anggota kelompok yang diriset yang diharapkan mempunyai
infromasi penting. Wawancara ini menjadi pembuka yang bisa membuat terbujuk
menyampaikan informasi kepada periset. Baru kemudian oleh periset dilanjutkan pada wawancara yang lebih
mendalam. Dala riset kualitatif, jenis wawancara ini berguna dalam upaya
menciptakan rapport (kepercayaan informan kepada periset).
b.
Wawancara terstruktur (structured interview)
Pada jenis wawancara
ini, periset menggunakan pedoman wawancara (interview
guide/schedule), yang merupakan bentuk spesifik yang berisi instruksi yang
mengarahkan periset dalam melakukan wawancara terpimpin. Pertanyaan yang akan
diajukan kepada responden sudah disusun secara sistematis, biasanya mulai dari
yang mudah menuju yang lebih kompleks.
Wawancara jenis ini,
biasanya digunakan pada riset kuantitatif, misalnya survey, sebagai data
tambahan pertanyaan dalam kuesioner. bahkan sebenarnya, kuesioner dapat
diklasifikasikan sebagai sebuah pedoman wawancara. Wawancara terstruktur
menuntut periset mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang susunannya ditetapkan
sebelumnya, dengan kata-kata yang persis pula. Jawabannya biasanya sudah baku,
tinggal dipilih dari beberapa jawaban yang sebelumnya sudah disediakan periset.
Pada periset pemula, wawancara terstruktur ini sangat membantu dalam
mengarahkan risetnya agar tidak melenceng. Namun, periset harus mempelajari dan
memahami pedoman wawancara agar wawancaranya berlangsung lancar.
Contoh
pertanyaan, riset tentang Tanggapan Mahasiswa Unifa terhadap pembangunan gedung
baru 9 lantai. :
·
Bagaimana tanggapan anda terhadap
pembangunan gedung baru 9 lantai Unifa?
a. Sangat
Setuju
b. Setuju
c. Tidak
Setuju
d. Sangat
Tidak Setuju
c.
Wawancara semistruktur (semistructured interview)
Pada wawancara
semistruktur ini, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan tertulis
tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang
terkait dengan permasalahan. Wawancara ini dikenal pula dengan nama wawancara
terarah atau wawancara bebas terpimpin. Artinya, wawancara dilakukan secara
bebas, tetapi tearah dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang
akan ditanyakan dan telah disiapkan terlebih dahulu.
Disini, pedoman
permasalahan yang akan ditanyakan merupakan atau pijakan dalam melakukan
wawancara. Kemudian periset dimungkinkan untuk mengembangkan pertanyaan sesuai
dengan situasi dan kondisi sehingga dimungkinkan mendapatkan data yang lebih
lengkap.
Contoh
:
Bagaimanakah pendapat
anda terhadap akan di bangunnya gedung Unifa menjadi 9 lantai?
d.
Wawancara mendalam (depth interview).
Wawancara mendalam
adalah suatu cara mengumpulkan data atau infromasi dengan cara langsung
bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam.
Adapun
karakteristik wawancara mendalam, di antaranya :
a. Wawancara mendalam memerhatikan bukan
hanya jawaban verbal informan, tapi juga observasi yang panjang mengenai
respons-respons nonverbal informan.
b. Wawancara mendalam ini biasanya
dilakukan dalam waktu yang lama dan berkali-kali. Tidak seperti wawancara yang
biasa digunakan dalam survey yang mungkin beberapa menit, sebuah wawancara
mendalam bias menghabiskan waktu berjam-jam. Bahkan bila perlu pewawancara
sampai harus melibatkan diri hidup bersama informan guna mendapatkan pola
informasi yang sesuai dengan risetnya.
c. Wawancara mendalam sangat dipengaruhi
oleh iklim wawancara. Semakin kondusif iklim wawancara (keakraban) antara
periset (pewawancara) dengan informan, maka wawancara dapat berlangsung terus
dengan baik.
v Alasan
menggunakan wawancara
Memberikan
kemudahan misalnya dalam melakukan wawancara dengan merekam, apakah orang yang
diwawancarai tahu atau perekaman secara sembunyi. Sehingga memudahkan analisis.
v Bagaimana
wawacara yang baik.
Singarimbun
(1995:93) memberikan gambaran tentang ada beberapa factor yang mempengaruhi
keberhasilan dalam wawancara, yakni :
1.
Situasi wawancara yang meliputi tempat,
waktu, kehadiran orang lain, dan sikap masyarakat.
2.
Responden, yang mencakup karakteristik
sosial, kemampuan menagkap pertanyaan, kemampuan menjawab pertanyaan.
3.
Isi wawancara yang mencakup peka untuk
ditanyakan, sukar untuk ditanyakan, sumber kekhawatiran.
4.
Pewawancara : karakteristik sosial, keterampilan
berwawancara, motivasi dan rasa aman.
Sedangkan
untuk teknik wawancara yang baik, yang biasanya selalu diterapkan oleh
peneliti. Teknik ini biasanya terdapat dalam wawancara mendalam, antara lain :
a.
Periset harus menjamin anonimitas
Artinya periset harus
menjelaskan kepada informan (responden) bahwa apa yang mereka sampaikan dijamin
kerahasiaannya dan tidak ada seorang pun di luar periset yang dapat mengenal
siapa penyedia informasi tersebut.
b.
Pastikan bahwa periset telah bertindak
akurat.
Artinya periset
seharusnya merekam melalui tape record untuk menyakinkan bahwa dia telah
mendapatkan informasi akurat. Jika tidak memungkinkan membawa alat perekam,
peneliti bias menggunakan catatan. Jika tidak memungkinkan juga, misalnya
karena informan tidak bersedia, maka periset secepatnya harus menulis apa saja
hasil wawancara sesaat setelah usai wawancara, jangan ditunda-tunda karena
dimungkinkan lupa.
c.
Hindarkan pertanyaan yang mengarahkan
jawaban
Artinya dalam
mengarahkan adalah mengarahkan jawaban informan agar menjawab dalam cara
tertentu. Sehingga informan seakan-akan tidak bisa menjawab dengan sesuka
hatinya. Contoh pertanyaan yang mengarahkan jwaban :
“Apakah
ini karena Guru Anda lebih menyukai Pria daripada Wanita?”.
Seharusnya, “Apa yang lebih disukai Guru
Anda, Pria atau Wanita?”
d.
Mintalah informan mendefinisikan
istilah-istilah yang tidak dipahami.
Artinya periset
diharuskan menanyakan kembali terhadap istilah-istilah yang digunakan informan
sewaktu menjawab pertanyaan, yang belum dipahami periset.
e.
Tetap fokus
Artinya periset harus
memastikan agar pertanyaannya tetap fokus pada permasalahan riset.
f.
Periset harus memastikan pertanyaannya
jelas dan bias dimengerti oleh informan.
Artinya,
jika ada pertanyaan kita yang tidak jelas dan akan membingungkan sehingga kita
menerima jawaban yang tak berguna juga. Dalam hal ini, informan mungkin
mempunyai keinginan untuk menjawab dengan akurat. Tapi, karena mereka memahami
pertanyaan berbeda dengan maksud periset, maka mungkin jawaban informan tidak
sesuai dengan pertanyaan periset..
g.
Periset tidak segan meminta contoh dan
penjelasan mendetail
Artinya periset
diharapkan tidak cepat berpuas diri terhadap jawaban infroman. Periset
seharusnya berupaya mendorong informan untuk memberikan jawaban panjang lebar
dan mendetail. Misalnya, dengan memberikan pertanyaan :”Apa yang terjadi, siapa yang terlibat, mengapa itu terjadi, apa
hasilnya” dan lain-lainnya.
h.
Periset harus menyiapkan pertanyaan
sebelum wawancaraaftar pertanyaan, tak terstruktur, dimana peneliti biasanya
tidak menggunakan daftar pertanyaan, naumn agar wawancara berjalan efektif dan
dapat menggali data sesuai permasalahan, periset harus menyiapkan beberapa
pertanyaan penting. Agar wawancara terkesan informal dan alami,
pertanyaan-pertanyaan itu lebih baik disimpan dalam memori periset,
diingat-ingat berulang-ulang.
v
Langkah-langkah Wawancara
1.
Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan.
2.
Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan
menjadi bahan pembicaraan.
3.
Mengawali atau membuka wawancara.
4.
Melangsungkan alur wawancara.
5.
Mengonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan
mengakhirinya.
6.
Menuliskan hasil wawancara.
7.
Identifikasi tindak lanjut hasil wawancara.
v Analisis
(pengkodingan) hasil wawancara
Setelah
melakukan wawancara, maka langkah terbaik yang dilakukan periset adalah
secepatnya mengkoding hasil wawancaranya itu. Jangan menunda-nunda pengkodingan
karna biasanya setelah kegiatan wawancara, periset seyogianya mencari tempat
yang memungkinkan dia bebas dari segala gangguan untuk melaksanakan pencatatan.
Dalam
kegiatan pengkodingan (pencatatan) ini, periset membaca ulang seluruh material
wawancara dan mencoba mendapatkan garis besar atau gambaran umum hasil
wawancara. Setelah itu, periset membuat transkrip wawancara. Setelah itu,
periset membagi lagi transkrip wawancara ke dalam topik-topik. Selanjutnya,
topik-topik ini dipisahkan berdasarkan kategorinya sesuai tujuan riset.
Kategori ini harus dapat mengcover semua transkrip wawancara dan diusahakan
tidak tumpang tindih antarkategori. Dari masing-masing kategori ini, periset
selanjutnya menganalisisnya.
4.
Observasi.
Sutrisno
Hadi (1986) mengemukakan arti dari observasi yang merupakan proses kompleks,
suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua
di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Atau dengan kata
lain observasi adalah kegiatan yang setiap saat kita lakukan. dengan
perlengkapan pancaindra yang kita miliki, kita sering mengamati objek-objek di
sekitar kita. Misalnya, sebelum kita memutuskan untuk berkenalan lebih jauh
dengan seorang gadis, kita mengamati kebiasaan-kebiasaannya bahkan agar mampu
menarik hati orang tua gadir tersebut, kita mengamati apa kegemaran orang
tuanya si gadisi.
Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses
pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi dua di antaranya
:
1.
Observasi Berperan Serta (Participant
Observation)
Observasi
berperan serta adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang
apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Jadi, observasi ini
dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang
kan diamati.
Dalam
observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber dalam penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan
ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang
diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai pada tingkat makna dari setiap
perilaku yang Nampak
Contoh
:
Dalam suatu
perusahaan, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati
bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat kerjanya,
bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lain, hubungan karyawan dengan
supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dan lain-lainnya.
2.
Observasi Nonpartisipan
Observasi
nonpartisipan adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan diobservasinya. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak
tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan
peneliti tidak menggunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa
rambu-rambu pengamatan.
Dalam
observasi nonpartisipan ini, peneliti terlibat langsung dengan aktivitas
orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.
Contoh
:
Dalam
suatu pemilihan ketua kelas, peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku
mahasiswa dalam hal menggunakan hak pilihnya. Dalam interaksi dengan teman-teman
sekelasnya. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat
kesimpulan tentang perilaku mahasiswa dalam pemilihan ketua kelas.
Pengumpulan
data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang
mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna yang dimaksud adalah
nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
v Manfaat Observasi
·
Peneliti
akan mampu memahami konteks data secara menyeluruh.
·
Peneliti
akan memperoleh pengalaman langsung.
·
Peneliti
dapat melihat hal-hal yang kurang diamati oleh orang lain.
·
Peneliti
dapat menemukan hal-hal yang tidak terungkap saat wawancara.
·
Peneliti
dapat mengungkapkan hal-hal yang ada di luar persepsi responden.
· Peneliti dapat memperoleh kesan-kesan pribadi terhadap
obyek yang diteliti.
Adapun objek observasi :
Adapun objek observasi :
1.
Space : Ruang dalam spesifiknya
2.
Actor : Orang yang terlibat dalam
situasi sosial
3.
Activity :
Seperangkat kegiatan yang dilakukan orang
4.
Object :
Benda-benda yang terdapat di tempat itu
5.
Act : Perbuatan / Tindakan tertentu
6.
Event : Rangkaian aktivitas yang
dikerjakan orang-orang
7.
Time : Urutan Kegiatan
8.
Goal : Tujuan yang ingin dicapai
9.
Feeling : Emosi yang dirasakan dan diekspresikan
orang-orang
v
Tahapan
Observasi:
Ada
beberapa tahap yang biasa dilakukan periset dalam observasi. Tahap-tahap ini
merupakan karakteristik observasi. Antara lain :
1.
Periset melakukan pemilihan (selection) terhadap fenomena yang akan
diriset. Pemilihan ini berkaitan dengan permasalahan yang diambil.
Contoh :
Bila seorang Jurnalis
bermaksud meriset sebuah media tentang “Kebijakan Redaksional Harian Pagi
Makassar dalam menampilkan rubrik Metro Makassar”. Maka, ia akan memilih dengan
mengamati cara kerja orang redaksi hingga redaktur. Rapat redaksi, pemuatan
berita, pemilihan berita dan sebagainya
2. Bisa terjadi, periset menerapkan
strategi pengubahan atau memprovokasi. Strategi ini bermaksud memberikan
rangsangan agar terjadi perilaku tertentu dari subjek riset. Namun demikian
tidak bermaksud merekayasa perilaku, unsur kewajaran perilaku masih tetap
terjaga.
Contoh
:
Riset
tentang “Pengaruh model pada perilaku membeli”. Periset menempatkan dua wanita
sebagai model pada pusat perbelanjaan, model tersebut berpura-pura sebagai
peminta-minta sumbangan. Kemudian, periset menambahkan lagi seorang model yang
berpura-pura menjadi pemberi sumbangan. Hasilnya, bahwa terjadi dua kali lebih
banyak pemberian sumbangan bila ada teladan atau model daripada tidak sama
sekali.
3. Pencatatan adalah upaya yang melakukan
perekaman atas peristiwa yang diobservasi. Pencatatan ini bisa hanya
menggunakan alat tulis saja atau juga dibantu alat perekaman elektronik.
Misalnya kamera tersembunyi (hidden
camera).
4.
Pengkodingan artinya membuat data yang
ada dalam pencatatan yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca
5.
Observasi dilakukan untuk tujuan
empiris, sesuatu yang dapat dijelaskan secara empiris.
5.
Dokumen
Dokumen
adalah surat-surat atau benda-benda yang berharga, termasuk rekaman yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti untuk mendukung keterangan supaya lebih
meyakinkan. Ada beberapa buku yang menganggap dokumentasi sebagai sebuah metode
pengumpulan data. Anggapan ini biasanya terjadi dalam riset-riset historis,
yaitu bertujuan untuk menggali data-data masa lampau secara sistematis dan objektif.
Buku ini menganggap bahwa dokumentasi merupakan instrument pengumpulan data
yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.
Contoh
:
Yang
berupa foto USG merupakan dokumen pertama yang didapatkan oleh si anak.
Selanjutnya ketika anak itu lahir akan mendapatkan surat kelahiran, kemudian
ketika menyelesaikan sekolah akan mendapatkan ijazah, dan ketika dewasa akan
mendapatkan KTP. Ketika menikah akan mendapatkan surat nikah dan seterusnya
pada saat bekerja akan mendapat surat keputusan, lalu mendapatkan surat pensiun
jika sudah lanjut usia sampai akhirnya akan mendapat surat kematian saat
meninggal dunia.
Dari definisi di atas, terlihat bahwa
dokumen itu lebih luas dari pada surat. Surat hanya sebagian kecil dari
dokumen. Dalam bidang administrasi perkantoran, sebagian besar dokumennya
memang berupa surat.
6.
Focus
Group Discussion
Focus Group atau Group Interviewing adalah metode
pengumpulan data atau riset untuk memahami sikap dan perilaku khalayak.
Biasanya terdiri dari 6-12 orang yang secara bersamaan dikumpulkan,
diwawancarai dengan dipandu oleh moderator. Moderator memimpin responden
(peserta diskusi) tentang topik yang dipersiapkan melalui diskusi yang tidak
terstruktur.
Dapat juga diartikan sebagai Fokus Group Discussion yang
merupakan metode terakhir yang digunakan utntuk mengumpulkan data melalui
diskusi terpusat yaitu upaya untuk menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok
orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang
peneliti.
Ketika melaksanakan Focus Group
Discussion, beberapa hal yang perlu diketahui periset adalah :
1. Tidak
ada jawaban benar atau salah dari responden. Setiap orang (peserta FGD) harus
bebas untuk menjawab, berkomentar atau berpendapat (positif atau negatif) asal
sesuai dengan permasalahan diskusi.
2.
Segala
interaksi dan perbincangan harus terekam dengan baik.
3. Diskusi
harus berjalan dalam suasana informal, tidak ada peserta yang menolak menjawab,
peserta dapat memberikan komentar meskipun dia tidak ditanya sehingga terjadi
tukar pendapat secara terus-menerus.
4. Moderator
harus mampu membangkitkan suasana diskusi agar tidak ada yang mendominasi
pembicaraan dan tidak ada yang jarang yang berkomentar (diam saja).
Dan secara umum, adapula tahap dalam
FGD di antaranya :
a.
Priset mendefinisikan masalah.
b. Periset
menentukan sampel. Karena FGD adalah riset terbatas, maka jumlah peserta
diskusi (responden) pun sedikit, sekitar 6-12 orang. Atau jika lebih dari itu,
kelompok diskusi bisa dimuat dua. Periset harus menentukan bahwa responden yang
terpilih dapat dianggap mewakili beberapa orang yang lain.
c. Menyiapkan sarana atau fasilitas
diskusi. Periset harus menentukan moderator
beserta panduan wawancara (interview guideline), tape recorder, video
tape recorder, kamera, alat tulis, meja kursi bahkan makan minum responden.
d. Tahapan
pelaksanaan diskusi. Diskusi bisa dilaksanakan dimana saja (di hotel, ruang
pertemuan, ruang kelas, di rumah), tergantung kesepakatan bersama antar peserta
diskusi.
e. Analisis dan interpretasi data. Data
yang terkumpul dari diskusi berbentuk data mengenai interaksi (nonverbal) dan
perbincangan (conversation).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar